7 PRINSIP TAREKAT MENURUT SYEKH ABDUL QADIR JAILANI
Menurut Sulthanul Auliya, terdapat 7 prinsip dasar bagi salik dalam bertarekat, yakni:
1. Mujahadah
Allah SWT berfirman,, “Orang-orang yag berjihad (mencari keridhaan)
Kami, benar-benar akan Kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami,”
(Al-‘Ankabut [29]: 69).
Imam Juneid Al-Baghdadi mengatakan, “Aku mendengar As-Sari As-Saqathi berkata, ‘Wahai anak
muda! Bekerja keraslah sebelum kalian mencapai usia sepertiku yang
lemah dan tak bisa melakukan amal secara optimal.’ Hal ini dikatakan
beliau setelah melihat tidak ada anak-anak muda yang gigih beribadah
seperti dirinya.”
Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa seseorang
tidak akan mencapai derajat orang-orang yang shaleh hingga ia melawati
enam perkara: 1) Menutup pintu nikmat dan membuka pintu kesusahan; 2)
Menutup pintu kemuliaan dan membuka pintu kehinaan; 3) Menutup pintu
istirahat dan membuka pintu kerja keras; 4) Menutup pintu tidur dan
membuka pintu begadang; 5) Menutup pintu kekayaan dan membuka pintu
kemiskinan; 6) Menutup pintu harapan dan membuka pintu persiapan
menyambut kematian.
2. Tawakal
Allah SWT berfirman, “Barang
siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupi
keperluannya (QS Ath-Thalaq [65]: 3). Hanya kepada Allah hendaknya kamu
bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman,” (QS Al-Maidah
[5]: 23)
Anas ibn Malik r.a. meriwayatkan, seorang laki-laki menemui
Rasulullah SAW dengan mengendarai seekor unta. Ia bertanya, “Wahai
Rasulullah, bolehkah aku membiarkan untaku tanpa diikat, lalu aku
bertawakal?” Beliau menjawab, “Ikat dulu untamu! Lalu bertawakal!”
Abu Turab Al-Nakhsyabi mengatakan, tawakal adala melemparkan badan dalam
penghambaan (‘ubudiyyah) dan mengaitkan kalbu dengan ketuhanan
(rububiyyah), serta merasa tenang dengan apa yang ada. Jadi, jika diber,
dia bersyukur dan jika tidak diberi, dia bersabar.”
3. Akhlak
Allah berfirman, “Sesungguhnya kamu benar-benar berakhlak agung,”
(Al-Qalam [68]: 4). Anas ibn Malik ra. berkata bahwa Rasullah Saw.
pernah ditanya tentang orang mukmin yang imannya paling utama. Beliau
menjawab, “Yang paling baik akhlaknya.”
Akhlak adalah hal yang
paling utama karena akhlak mencerminkan jati diri yang sebenarnya.
Manusia terkubur oleh kelakuannya dan terkenal karena kelakuannya juga.
Ada yang mengatakan, akhlak yang baik diberikan secara khusus oleh Allah
SWT kepada Nabi Muhammad Saw. sebagaimana mukjizat dan keutamaan yang
Dia berikan kepadanya. Namun, Allah tidak memuji beliau karena prestasi
beliau seperti pujian-Nya kepada beliau karena akhlak beliau. Ada yang
berpendapat, Allah memuji Nabi Muhammad karena akhlaknya yang agung
karena beliau adalah orang yang mendermakan dunia dan akhirat (jad bi
al-kaunain) dan mencukupkan diri dengan Allah. Budi pekerti yang agung
berarti tidak memusuhi dan tidak layak dimusuhi karena makrifat yang
mendalam akan Allah.
4. Syukur
Allah berfirman, “Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)mu,” (Ibrahim
[14]: 7). Menurut ahli hakikat, syukur adalah mengakui nikmat yang
diberikan oleh pemberi nikmat secara khusus. Allah menyebut dirinya
sebagai “Yang Maha Mensyukuri” (al-Syakur) dalam arti yang meluas.
Maksudnya, dia akan membalas para hamba atas syukur mereka.
Ada
yang mengatakan, hakikat syukur adalah memuji orang yang telah berbaik
hati memberi (al-muhsin) dengan mengingat-ingat kebaikannya. Syukur
hamba kepada Allah berarti memuji-Nya dengan mengingat-ingat kebaikan
yang Dia berikan. Sementara, syukur Allah kepada hamba adalah pujian-Nya
atas si hamba dengan menyebut kebaikannya kepada-Nya. Selanjutnya,
kebaikan budi hamba adalah ketaatannya kepada Allah, dan kebaikan budi
Allah adalah kemurahan-Nya memberikan nikmat kepada hamba.
5. Sabar
Allah berfirman, “Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu
itu melainkan dengan pertolongan Allah,” (An-Nahl [16]: 127). Aisyah ra
meriwayatkan, Nabi Saw. bersabda, “Sabar yang sesungguhnya adalah sabar
ketika menghadapi guncangan yang pertama.” Seorang laki-laki mengadu
kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, hartaku telah habis dan
tubuhku digerogoti penyakit.” Nabi Saw. menukas, “Tidak ada kebaikan
pada hamba yang tidak kehilangan hartanya dan tidak sakit tubuhnya.
Sesungguhnya jika Allah SWT. mencintai seorang hamba, maka Dia timpakan
cobaan kepadanya. Jika Dia menimpakan cobaan kepadanya maka Dia akan
membuatnya bersabar.”
Sabar ada tiga macam, 1) Sabar karena Allah,
yakni sabar dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. 2)
Sabar bersama Allah, yakni sabar menerim qadha dan skenario Allah pada
dirimu berupa cobaan dan kesulitan. 3) Sabar atas Allah, yakni bersabar
menanti apa yang dijanjikan Allah berupa rezeki, bebas dari masalah,
kecukupan, pertolongan, dan ganjaran di akhirat.
6. Ridha
Allah
berfirman, “Allah meridai mereka dan mereka pun meridai Allah,”
(Al-Maidah [5]: 119). Rasulullah bersabda, “(Manis) rasa keimanan hanya
bisa dicicipi oleh orang yang rida menerima Allah sebagai Tuhan.” Allah
juga berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,”
(Al-Baqarah [2]: 216).
Abu Ali Al-Daqqaq ra mengatakan, rida
bukanlah tidak merasakan cobaan, akan tetapi rida sesungguhnya adalah
tidak memprotes ketentuan dan qadha. Apakah seseorang bisa mengetahui
bahwa Allah meridainya? Dia bisa mengetahuinya. Jika seseorang merasakan
hatinya rida kepada Allah maka dia tahu bahwa Allah rida kepadanya.
7. Jujur (Shiddiq)
Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar,” (At-Taubah [9]:
119). Diriwayatkan Abdullah ibn Mas’ud ra bahwa Rasulullah Saw bersabda,
“Jika seorang hamba selalu berkata benar dan terus bergiat mengupayakan
kebenaran, maka Allah akan menetapkannya sebagai shiddiq (orang yang
selalu berkata benar).”
Shidq adalah pilar dan penyempurna segala
hal. Ia merupakan derajat kedua setelah derajat kenabian. Shadiq adalah
sifat yang melekat pada seseorang yang jujur/berlaku benar. Sedangkan
shiddiq adalah bentuk mubalaghah (hiperbola), diberikan kepada orang
yang terus-menerus melakukan kejujuran/kebenaran, sehingga menjadi
kebiasaan dan karakternya. Ada tiga hal yang menjadi buah manis orang
yang berlaku shidq dan tidak akan lepas darinya: kenikmatan, wibawa, dan
keramahan.
--Disarikan dari At-Tasawwuf dalam kitab Al-Gunyah Lithalibi Thariq Al-Haqq karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
--Bagi yang ingin mempelajari lebih mendalam tentang makrifat dan
hakikat dari Syekh Abdul Qadir Jailani, serta tafsir dari ayat-ayat
Al-Quran dalam samudra tasawuf silahkan miliki Kitab Sirrul-Asrar
terjemah KH Zezen ZA Bazul Asyhab (Rp 65.000) dan Tafsir Al-Jailani
terjemah Tim Markaz Al-Jailani (2 jilid/6 Juz, hardcover, harga Rp
215.000). Belum termasuk ongkos kirim. Hubungi Ibu Ina, via SMS:
08122476797.
Semoga bermanfaat!
alhamdulillah
BalasHapuspengertian tasawwuf untuk orang awam seperti apa
BalasHapus