Jumat, 30 Maret 2018

SINOPSIS BUKU TERJEMAH DI TASAWUF UNDERGROUND

BELAJAR TASAWUF DARI KITAB YANG OTORITATIF
Kami membantu Anda untuk mendapatkan terjemah kitab-kitab rujukan ilmu tasawuf, yang membantu Anda mempelajari dan mendalami ilmu di forum ini. Bagi yang berminat hubungi Bu Ina via watapp: 08122476797.
Berikut adalah terjemah kitab-kitab tasawuf yang disediakan di forum Tasawuf Underground:
1. Sirrul Asrar (Rasaning Rasa), Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Hardcover Rp. 75.000, Softcover Rp 60.000.
Kitab ini secara umum membahas tentang dasar-dasar ihsan dalam syariat, thariqah, makrifat, dan hakikat. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menjelaskan tentang rahasia-rahasia batin yang terdapat dalam diri manusia, berikut alam-alam ruhani yang bisa dimasukinya. Kitab ini juga menjelaskan tentang hakikat ruh dan pengenalannya, mengurai tentang shalat syariat dan shalat thariqat/hakikat, puasa syariat dan puasa thariqat/hakikat, haji syariat dan thariqat/hakikat. Pada akhir bagian mengurai tentang tarikan ruhani dan makna-makna mimpi.

2. Al-Ghunyah li Thalibi Thariq, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Rp 80.000.
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menjelaskan tentang aspek syariat dan fiqih sebagai dasar utama seorang salik mengenal makrifatullah. Al-Ghunyah lebih mirip seperti fiqih yang dijalankan seorang yang bertasawuf. Sebab, meski di dalamnya menjelaskan tentang bersuci, shalat, puasa, zakat, haji, dll, tetapi beliau menjelaskan dasar-dasar makna batin pelaksanaan syariat sekaligus hakikat. Ini adalah kitab pertama yang harus dibaca di awal salik mengenal jalan ruhani.
3. Fathu Rabbani, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Rp 150.000.
Kitab ini sebenarnya adalah kumpulan ceramah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani di depan majelis dan madrasah beliau di Baghdad. Nasihat-nasihat beliau tentang kehidupan sangat menyentuh untuk semua kalangan, sebab beliau mengurai tema-tema penting dalam tasawuf yang sengaja dijelaskan di depan umum. Karena dihadiri oleh semua kalangan, tua-muda, pemula-senior, awam-khawwash, maka uruaian beliau menjadi terperinci dan mudah dipahami. Dari nasihat-nasihat yang kita baca, seolah kita seperti sedang berdialog langsung dengan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, sesuai tingkat pemahaman kita.
4. Tahafut Al-Falasifah, Imam Al-Ghazali, Rp 95.000.
Kitab ini berisi dasar-dasar argumentasi Imam Al-Ghazali tentang pemikiran Islam sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah. Beliau menyanggah dan mempertanyakan masuknya pemikiran sekular, zindiq dan salah kaprah terhadap pemahaman Islam, entah itu yang berkaitan dengan ilmu kalam, filsafat ataupun tasawuf. Dari zaman ke zaman, buku ini termasuk satu dari buku paling populer tentang tasawuf dan falsafah Islam.
4. Dzikrul-Maut, Imam Al-Ghazali, Rp 80.000.
Sebenarnya, kitab Dzikrul Maut adalah Bab Akhir dari Kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali. Karena Ihya adalah buku yang sangat luas dan berjilid-jilid, memuat semua aspek dalam tasawuf, maka tak jarang para penuntut ilmu untuk membaca sesuai tema yang diperlukan. Di antara kitab yang mengulas tentang hakikat kematian dan rahasianya, kitab Dzikirul Maut adalah yang terlengkap. Sebab, berisi tentang dalil-dalil akal dan nash (Al-Qur’an dan Hadis), mengungkap informasi tentang alam Barzakh dari kisah-kisah sahabat dan ulama-ulama dalam mimpi, mati suri, dan perjalanan spiritual lainnya.
6. Minhajul 'Abidin, Imam Al-Ghazali, Rp 140.000.
Sesuai dengan judulnya, kitab ini menjelaskan tentang jalan spiritual yang harus ditempuh oleh seorang hamba untuk beribadah kepada Allah. Imam Al-Ghazali menjelaskan tentang maqam-maqam dalam tasawuf, cara pencapaian, kendala-kendala, dorongan untuk belajar dan mengamalkan peribadatan. Kitab ini cukup populer setelah Kitab Ihya Ulumuddin. Ulama di Nusantara banyak memberikan syarah terhadap kitab ini mengingat pentingnya tema-tema ruhani yang terkandung di dalamnya.
7. Bidayatul Hidayah, Imam Al-Ghazali, Rp 60.000.
Bagi pengagum pemikiran dan ajaran Imam Al-Ghazali, kitab Bidayatul Hidayah adalah buku pertama yang harus dibaca di awal seseorang mengenal makrifatullah. Sebab, buku ini mengurai banyak persoalan syariat/fiqih yang menjadi pedoman seseorang berthariqah. Imam Al-Ghazali seolah-olah sedang menjelaskan dasar-dasar suluk bagi salik dalam dunia tasawuf.
8. Risalah Al-Laduniyah, Imam Al-Ghazali, Rp 45.000.
Kitab ini adalah rujukan utama tentang epistemologi Islam atau falsafah ilmu dalam Islam. Imam Al-Ghazali adalah orang yang pertama menjelaskan secara ilmiah tentang dasar epistemologi Islam yang berbeda dengan konsepsi Barat. Beliau mengurai tentang ilmu laduni (khuduri) dan hushuli, cara mencapainya, menggunakan dan mengaplikasikan ilmu. Imam Al-Ghazali mengenalkan tentang dasar utama ilmu dalam Islam, yakni tentang konsep khirarki ilmu, klasifikasi ilmu, otoritas ilmu, sumber kebenaran ilmu dan sebagainya. Kita bisa belajar tentang bangunan logika, ontologi, epistemologi dan aksiologi.
9. Al-Mawa'izh fi al-Ahadis Al-Qudsiyyah, Imam Al-Ghazali, Rp 55.000.
Kitab ini berisi tentang kumpulan hadis-hadis Qudsi yang dihimpun oleh Imam Al-Ghazali. Terdapat 38 bagian hadis Qudsi yang berisi tentang nasihat-nasihat bagi kehidupan kita. Orang yang membaca kitab ini seperti berdialog dengan Allah melalui pesan yang terasa di kalbu. Hati kita seperti dituding, dibelai, dinasehati dan ditunjukkan oleh kebenaran sejati yang disampaikan Tuhan kepada hati kita. Sebab, sejatinya hadis Qudsi adalah firman Allah dalam bentuk dialog, sehingga kebanyakan menggunakan “kalimat langsung.”
10. Mi'raj as-Salikin, Imam Al-Ghazali, Rp 65.000.
Kitab ini mengurai tentang tahapan-tahapan ruhani yang ditempuh oleh para salik dalam menjalankan kehidupan ruhani untuk menghadap Allah. Imam Al-Ghazali menjelaskan tentang perjalanan jiwa dalam meniti tangga-tangga langit spiritual.
11. Al-Munqidz min Adh-Dhalal, Imam Al-Ghazali, Rp 55.000.
Imam Al-Ghazali mengajak kita untuk mencermati, merenungi dan memikirkan tentang cara pandang dan kepercayaan kita yang didapat dari unsur lain dari agama. Beliau menjelaskan kebenaran Ilahi atau wahyu yang dibawa oleh Rasulullah sebagai kebenaran tertinggi. Di dalam kitab ini, Imam Al-Ghazali membagi 4 mazhab pemikiran, yakni: Mazhab ilmu kalam, ta’lim, falsafah dan tasawuf. Beliau mengajak kita agar terbebas dari kesesatan berpikir.
12. Misykat Al-Anwar, Imam Al-Ghazali, Rp 50.000.
Imam Al-Ghazali menjelaskan secara hebat tentang tafsir dan takwil tentang cahaya Ilahi yang bersumber dari ayat dan hadis. Allah adalah cahaya, cahaya di atas cahaya, hanya cahaya Allahlah yang menerangi semesta, sebab Dia adalah cahaya langit dan bumi. Beliau menjelaskan secara filosofis dan sistematis makna-makna perumpaan tentang misykat (ceruk cahaya), zujaj (kaca), mishbah (pelita), zait (minyak), dan syajarah (pohon). Kedalaman dan keluasan ilmu Sang Hujjatul Islam ini tampak jelas di kitab ini, meski berisi ringkasan saja dari pengetahuannya yang ensiklopedik.
13. Ajaib al-Qalbi, Awwal min Rubb'al-Muhlikat, Imam Al-Ghazali, Rp 60.000.
Imam Al-Ghazali secara khusus menjelaskan secara khusus tentang keajaiban dan kedahsyatan kalbu dalam diri manusia. Kalbu adalah pusat pandangan Allah pada manusia. Dengan buku ini, kita belajar rahasia tersembunyi dari potensi-potensi yang dimilki oleh jiwa kita yang berguna untuk mengenal Allah SWT.
14. Ikhtisar Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali, Rp 165.000.
Kitab ini adalah ringkasan atas kitab Ihya Ulumuddin. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, kitab ini bisa terdiri dari 9 jilid dengan ketebalan rata-rata 500 halaman. Maka, untuk mengenal keseluruhan tema dalam kitab ini, para ulama memudahkannya dengan kitab ikhtisar agar kita dapat belajar pokok-pokok penting yang dibahas dalam kitab ini, terutama yang menyankut tentang syariat, thariqah, makrifat dan hakikat.
15. Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha'illah As-Sakandari, Rp 120.000.
Kitab Al-Hikam karya Syekh Ibnu Atha’illah ini termasuk kitab paling populer dan diminati oleh semua kalangan. Tidak hanya kalangan sufi yang jatuh cinta dengan kitab ini, tetapi kalangan umum pun “tergoda” dengan keindahan gaya dan struktur bahasa Al-Hikam. Syekh Ibnu Atha’ilah seperti mengutai butiran-butiran mutiara hikmah dengan bahasa yang singkat, padat dan langsung “menusuk” ke jiwa kita. Kitab ini diberi syarah (penjelasan) oleh Syekh Asy-Syarqawi, sehingga memudahkan kita memahami kedalaman dan keluasan makna hikmah dari 200 lebih kata mutiara yang terkandung di dalamnya.
16. Tahafut at-Tahafut, Ibnu Rusyd, Rp 55.000.
Sebenarnya kitab Tahafut at-Tahafut adalah sanggahan atas kitab Tahafut Falasifa. Ibnu Rusyd menjelaskan secara ilmiah dan cerdas dalam menguarai persoalan-persoalan polemik seputar falasafah dan tasawuf dalam Islam. Sekilas kitab ini semacam serangan terhadap pemikiran Imam Al-Ghazali, padahal hakikatnya tidak. Justru ini adalah uraian lebih lanjut dari perspektif yang berbeda, saling melengkapi dan saling menjelaskan.
17. Nashaihul-Ibad, Syekh Nawawi Al-Bantani, Rp 75.000.
Kitab Nashaihul ‘Ibad karya Syekh Nawawi Al-Bantani ini berisi tentang hadis, atsar sahabat, dan qaul ulama yang sangat populer. Beliau memilihnya secara khusus bagi mereka yang ingin mendekati makrifatullah dari dasar-dasar hadis yang populer digunakan oleh para ulama terdahulu. Karena itu wajar saja jika kitab ini menjadi buku saku wajib bagi santri di Indonesia, atau bahkan bisa jadi rujukan pertama buat Salik for Beginners.
18. Maraqi al Ubudiyyah, Syekh Nawawi al Bantani, Rp 75.000
Syekh Nawawi Al-Bantani menjelaskan tentang tangga-tangga bagi seorang hamba dalam menjalani kehidupan spiritual. Sebenarnya kitab ini merupakan syarah (penjelasan) atas kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Al-Ghazali. Membahas tentang amalan-amalan harian dan adab suluk bagi seorang hamba.
19. Raudhatut Thalibin wa 'Umdatus Salikin, Imam al-Ghazali, Rp 75.000
Kitab ini menjelaskan tentang adab bagi seorang murid dalam dunia tasawuf agar mendapat pencerahan ruhani dan mendapat kemudahan membuka pintu-pintu makrifatullah. Dengan buku ini kita belajar tentang maka menjaga hati, lisan, dan perbuatan dalam bingkai akhlak Islami.
20. Asrar Ash-Shalah wa Muhimmatuha, Imam Al-Ghazali, Rp 55.000.
Kitab ini berisi tentang rahasia-rahasia dalam shalat, teknik shalat khusyuk dan penjelasan makna-makna syariat dan hakikat shalat. Kitab ini sebenarnya merupakan salah satu bagian dari kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali. Uraian tentang rahasia shalat dalam kitab ini merupakan rujukan utama bagi para salik untuk mengenal dimensi syariat dan hakikat shalat dalam peribadahan kita.
21.Futuhul Ghaib, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Rp 45.000.
Seperti kitab Fathu Rabbani, sebenarnya kitab ini merupakan kumpulan dari ceramah-ceramah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani di madrasah atau pondoknya di Baghdad. Namun, tema-temanya diambil dan dipilih dari tema yang berkaitan dengan hal-hal gaib dalam kehidupan ruhani manusia. Tujuannya agar kita mampu membuka pintu-pintu kegaiban dalam perjalanan spiritual untuk sampai kepada Allah. Karena ini adalah gaya bahasa langsung, kita seolah-olah seperti sedang dinasehati langsung secara ruhani oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
22. Tafsir Surah Yasin (Tafsir Al-Jailani), Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Rp 45.000.
Kitab ini adalah salah satu bagian dari kitab Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Tafsir Al-Jailani adalah salah satu bukti bahwa para sufi mendasarkan semua pengetahuannya pada Al-Quran sebagai sumber pertama. Ini adalah kitab tafsir pertama yang ditulis oleh seorang sufi agung. Maka, tentu berbeda dengan gaya dan model penafsiran yang lain bukan? Sebab, ini adalah tafsir yang ditulis dalam perspektif sufi. Dengan kitab ini, kita bisa mempelajari Surah Yasin sebagai Jantung hati Al-Quran dari kacamata seorang ahli syariat, thariqat, makrifat dan hakikat.
23. Risalatul-Amin fi al-Wushuli li Rabb al-Alamin, Syekh Abu Hasan Asy-Syadzili, Rp 60.000.
Kitab karya Syekh Abu Hasan Asy-Syadzili ini mengulas tentang adab untuk taqarrub kepada Allah. Nasihat-nasihatnya dapat melunakkan dan melembutkan hati. Ucapan beliau seperti menarik orang untuk menyimak dan memperhatikan apa yang disampaikannya. Beliau memang Murabbi, pembimbing ruhani. Beliau menjelaskan tentang arti berthariqah pada tingkatan makrifat, suluk, dan tahkik, sehingga kita mampu mengenal dan memahami derajat pengejewantaha asma dan sifat-sifat Allah dalam kehidupan kita.
24. Al-Madrasah Asy-Syadiliyah Al-Haditsah, Syekh Abdul Halim Mahmud, Rp 55.000.
Ini merupakan kitab biografi Syekh Abu Hasan Asy-Syadzili, pendiri thariqah Asy-Syadziliyah. Ini adalah salah satu thariqah paling populer di dunia. Bahkan, beliau tak hanya dianggap sebagai guru ruhani bagi thariqahnya saja, namun siapa pun yang meniti tangga-tangga ruhani pasti mendambakan belai-kasih dan bimbingan ruhaninya. Kitab ini menceritakan tentang riwayat hidup Syekh Abu Hasan Asy-Syadzili, ajaran tasawufnya, keilmuannya, murid-muridnya, dan tema-tema penting dalam ajarannya.
25. Asraru Thaharah (Futuhat Makiyyah) Syekh Ibnu Arabi, Rp 65.000.
Kitab ini berisi tentang penjelasan Syekh Ibnu ‘Arabi tentang makna Thaharah (bersuci), baik secara syariat ataupun thariqah. Sebanarnya, ini adalah salah satu bagian dalam kitab Futuhat Al-Makiyah. Salahlah orang yang menyebut bahwa Ibnu Arabi itu anti syariat. Sebab, kitab Futuhat Al-Makiyyah-lah buktinya. Beliau secara cerdas, filosofis dan sistematis menjelaskan makna-makna lahir dan batin semua ibadah dalam Islam. Melalui kitab ini, kita mengenali makna-makna tersembunyi dari rangkaian thaharah dalam Islam, kesucian lahir dan kesucian batin menjadi satu kesatuan yang harus kita miliki bersama.
26. Al-Mawaizh Imam Hasan Al-Bashri, Rp 25.000
Kitab ini berisi nasihat-nasihat hikmah Imam Hasan Al-Bashri, gurunya guru sufi. Mutiara nasihatnya begitu orisinal dan bernas, serta menyentuh kesadaran ruhani untuk selalu istiqamah di jalan Ilahi.
27. Fihi Ma Fihi, Jalaluddin Rumi, Rp 95.000.
Kitab ini merupakan masterpiece Maulana Jalaluddin Rumi. Di dalamnya memuat ceramah-ceramah beliau di depan murid-muridnya dalam berbagai kesempatan. Beliau menjawab secara brilliant dan bernas tentang aspek-aspek esotorisme Islam dengan suguhan bahasa sastra yang sangat tinggi, mendalam dan memukau. Rumi sering kali menggunakan metafor-metafor indah yang mampu memangkitkan kesadaran ruhani. Puisi Rumi terasa begitu indah dan selalu dekat di hati para pencinta Sang Maha Cinta.
28. Al-Hikmah fi Makhluqatillah (Rahasia Penciptaan), Imam Al-Ghazali, Rp 55.000.
Imam Al-Ghazali mengurai makna hikmah dan rahasia tersembunyi di balik penciptaan makhluk. Dari makhluk sekecil lebah, nyamuk, lalat, cicak, tanah, air, udara hingga matahari dan bulan.
Beliau menggali rahasia terpendam penciptaan dengan hebat, filosofis, ilmiah dan sangat bermakna. Kita seolah diajak untuk bertafakur dan merenung keagungan Allah SWT. Dengan membacanya diharapkan dapat menambang keyakinan kita kepada kekuasaan-Nya.
29. Kasyful-Ma'na 'an Sirrul Asma Allah Al-Husna (Rahasia Asmaul Husna), Syekh Ibnu Arabi, Rp 65.000.
Kitab ini salah satu karya Syekh Ibnu Arabi yang mudah dibaca dan penting. Beliau menerangkan rahasia makna 99 Asmaul Husna secara sistematis. Sehingga pembaca dapat meresapi, menghayati, sekaligus membantu pemahaman dalam praktik dzikir dan tafakur sehari-hari.
30. Asrar Al-Hajj (Rahasia Haji dan Umrah), Imam Al-Ghazali, Rp 75.000.
Kitab ini merupakan salah satu bagian bab dari kitab Ihya Ulumuddin. Berisi tentang penjelasan makna haji dalam perspektif syariat, thariqat, makrifat dan hakikat sekaligus.
31. Tanqihul-Qaul Al-Hadits fi Syarh Lubab Al-Hadits (40 Amalan Penting), Imam Nawawi Al-Bantani, Rp 80.000.
Kitab karya Syekh Nawawi Al-Bantani ini termasuk kitab rujukan yang populer di kalangan santri dan kiyai di pesantren-pesantren di Nusantara.
Di dalamnya mengurai makna seperti tobat, sabar, wirid, dzikir, sedekah, dan lainnya dalam perspektif syariat dan hikmah, disertai hadis-hadis penting tentang tema-tema tersebut.
Kitab ini sebenarnya syarah atas kitab Lubab Al-Hadits karya Imam Suyuti.
32. Mawaizh Ushfuriyah (Kumpulan Hadis Motivasi), Syekh Muhammad bin Abu Bakar Al-Ushfuri, Rp 48.000.
Kitab ini termasuk kitab yang masyhur di pesantren. Kandungan isinya dapat memotivasi kita untuk giat beribadah, berdzikir, dan beramal shalih.
Kitab ini berisi 40 hadis, lalu dijelaskan dengan asbabun wurud dan kisah hikmah yang sangat berguna bagi pemahaman kita terhadap teks hadis.
Hadis Rasulullah terasa begitu aktual dan begitu nyata.
Di kalangan pesantren, biasanya kyai membaca kitab ini di bulan Ramadhan sebagai hidangan kalbu sebelum buka puasa. Kisah-kisah hikmah yang terdapat dalam kitab ini benar-benar bisa menjadi nutrisi ruhani.
33. Al-Adzkar An-Nawawi, Imam Nawawi Ad-Dimasqi, Rp 139.000.
Kitab ini adalah salah satu rujukan paling lengkap yang membahas tentang makna dzikir, dari mulai nash Al-Quran, Hadis, pendapat ulama, tata cara, dasar hukum, hingga makna filosofis dan rahasia hikmahnya.
34. Hadis Arbain Nawawi, Imam Nawawi Ad-Dimasqi, Rp 150.000.
Sang Imam adalah seorang yang sangat mumpuni dalam ilmu hadis dan hukum Islam. Karya-karya beliau dikenal di seluruh penjuru dunia Islam.
Nah, salah satu kitab paling populer beliau adalah Arbain Nawawi, yakni memuat 40 hadis shahih yang penting bagi dasar ibadah kita sehari-hari.
Bagi yang berminat untuk membelinya silahkan menghubungi admin penjualan Bu Ina 08122476797. (Harga belum termasuk Ongkir)
Semoga bermanfaat.
Salam
Admin TU

Minggu, 18 Maret 2018

APA DZIKIR BISA MENGUSIR SETAN DARI HATIMU?

SETAN DALAM DIRIMU SELALU MENGGANGGUDalam kitab Aja’ib al-Qalb, Ihya ‘Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan tentang bisikan-bisikan setan di hati manusia saat terjaga, atau saat berdzkir dan shalat. Menurutnya, terdapat lima pendapat tentang hal tersebut. Apakah dzkir bisa mengusir setan di hati? Sampai kapan setan tetap berbisik dalam hati? Bagaimana bisikan-bisikan setan itu muncul? Bagaimana membedakan bisikan setan saat shalat dan berdzikir?

Menurut Imam Al-Ghazali, terdapat 5 golongan yang berpendapat tentang hal tersebut:
Pertama, menyebut bahwa bisikan hati yang disebabkan oleh setan itu akan berhenti jika kita melakukan dzkir kepada Allah (dzirullah). Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW, “Maka ketika seseorang mengingat Allah (berdzikir kepada Allah) niscaya setan akan mengendap-endap.” (HR Ibnu Abi Dunya)
Kedua, pada dasarnya bisikan setan itu sebetulnya tidak hilang. Bisikan setan tetap berada di hati, meskipun tidak menimbulkan pengaruh. Sebab, jika hati sedang larut dalam dzikir niscaya ia akan tersekat dari pengaruh bisikan tersebut, sebagaimana orang yang sedang sibuk dengan khayalannya. Terkadang hanya bergumam sendiri dan tidak mengerti apa yang diucapkannya, walaupun sebenarnya suara itu terlintas di pendengaran.
Ketiga, bisikan yang dibangkitkan setan itu tak akan lenyap dan dampaknya tak akan hilang. Namun yang hilang itu hanya dominasinya saja terhadap hati, bisikannya tetap ada secara samar atau terdengar seperti dari kejauhan.
Keempat, bisikan setan itu lenyap sejurus seseorang berdzkir kepada Allah, meskipun kadang-kadang muncul kembali. Keduanya datang bergantian dalam waktu berdekatan, bukan dalam waktu bersamaan. Mereka yang berpendapat seperti ini dengan dalil hadis tentang mengendapnya setan ketika seseorang sedang berdzikir.
Kelima, sesungguhnya bisikan yang dibangkitkan oleh setan dan dzkir itu sendiri berjalan bersamaan tanpa pernah putus di dalam hati. Ini sama seperti seseorang yang kadang melihat dua bentuk benda dalam waktu yang sama. Demikian juga dengan hati yang kadang-kadang menjadi tempat lewatnya dua benda. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap hamba pasti memiliki dua pasang mata; yakni sepasang mata di kepalanya yang bisa ia gunakan untuk melihat urusan dunianya; dan sepasang mata di hatinya yang bisa ia gunakan untuk melihat urusan agamanya.” (HR Abu Mansur). Inilah pendapat yang diikuti oleh Al-Muhasibi.
Menurut Imam Al-Ghazali, kelima pendapat ini benar. Namun, penjelasan kelimanya belum selesai karena tidak menjelaskan seluruh jenis bisikan. Umumnya, pandangan masing-masing dari mereka hanya memandang pada satu jenis bisikan saja. Padahal, bisikan (was-was) yang dibangkitkan oleh setan itu beragam jenisnya.
Pertama, bisikan yang isinya benar, namun sebenarnya menipu. Setan kadang-kadang membisikan kalimat-kalimat yang nampaknya benar tapi sebetulnya dilakukan hanya untuk menipu. Misalnya, ia berbisik di hati seseorang, “Jangan bersenang-senang dari segala kesenangan. Usia itu panjang dan harus bersabar terhadap godaan nafsu syahwat sepanjang hidup itu sungguh-sungguh berat.”
Menurut Imam Al-Ghazali, pada saat itu, sebenarnya kalau seseorang mau berdzikir dan mengingat keagungan Allah dan besarnya pahala serta siksa-Nya, tentu ia akan berkata kepada dirinya sendiri bahwa “Bersabar dari hawa nafsu syahwat itu memang berat, tetapi bersabar dari siksa api neraka jauh lebih berat lagi.” Kita harus memilih di antara keduanya. Jika kita mengingat janji Allah berupa pahala baik dan siksa di neraka, lalu kita menguatkan keimanan dan keyakinan, maka setan akan mengendap-endap dan lari menjauh dari hati kita. Sebab, setan tak mampu berkata kepada kita bahwa siksa api neraka itu lebih ringan daripada bersabar menahan nafsu syahwat.
Menurutnya, setan juga kadang-kadang membisikan kepada seorang hamba tentang perasaan bangga atas kelebihan yang ia miliki. Misalnya, setan berbisik, “Mana ada orang yang mampu mengenal Allah seperti engkau mengenal dan menyembah-Nya dalam shalat?” Sebenarnya dengan pernyataan ini, setan sedang mengalihkan pandangan kita saat shalat.
Kedua, bisikan itu timbul karena berkobarnya nafsu syahwat. Bisikan semacam ini ada dua macam, yakni 1) Bisikan yang diketahui oleh hamba Allah secara yakin bahwa itu merupakan perbuatan maksiat; 2) Bisikan yang diduganya dengan dugaan yang kuat.
Jadi, jika seorang hamba mengetahui dengan keyakinan bahwa itu perbuatan maksiat, maka ia akan melawannya dengan berdzikir kepada Allah. Dan, ini akan membuat setan terjungkal dan enggan untuk mengobarkan nafsu syahwat. Namun, setan tidak berhenti total membisikan hal tersebut, sehinga diperlukan upaya mujahadah untuk melawannya. Maka, sebenarnya bisikan setan tetap ada, namun ia tertolak dan tak berhasil.
Ketiga, adanya bisikan yang muncul dalam bentuk bersitan hati saja, mengingat hal-hal yang bersifat umum, atau misalnya mengingat hal lain saat kita shalat. Saat kita mengingat Allah kembali (dzkir) maka bisikan itu lenyap sebentar, tetapi kemudian muncul lagi, lenyap dan muncul lagi. Dalam hal ini, dzikir dan bisikan setan datang silih berganti. Lalu, tergambarlah keduanya datang beriringan. Keduanya seolah berada pada dua tempat yang berbeda di dalam hati. Maka, sulit dibayangkan bahwa setan itu bisa lenyap secara total hingga tak ada lagi terbersit di dalam hati. Namun, meskipun sukar, itu bukan sesuatu yang mustahil. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa melakukan shalat dua rakaat sedangkan hatinya tidak berkata sesuatu pun mengenai urusan dunia, niscaya dosanya yang telah lalu diampuni.”
Menurut Imam Al-Ghazali, jika masalah ini tak bakal terjadi, tentu permasalahan ini tak akan menjadi perhatian Rasulullah seperti pada hadis di atas. Kecintaan kepada Allah yang sangat kuat hingga ia berhasil menghilangkan semua gambaran cinta pada selain-Nya di dalam hati.
Kita kadang-kadang melihat orang yang hatinya diliputi oleh pikiran tentang musuh, sehingga hatinya diliputi oleh pikiran tentang musuhnya, sehingga hatinya sering sakit melihat apa yang dilakukan oleh musuhnya tersebut. Kata-kata musuhnya terus terbersit dalam hatinya. Begitu pula seperti orang yang sedang dimabuk asmara. Kadang-kadang, dia memikirkan dan merenungkan ucapan kekasihnya dengan hati, sehingga ia tenggelam dalam pikirannya. Maka, yang terbersit dalam hatinya hanya ucapan sang kekasih.
Menurut Imam Al-Ghazali, sangat mungkin bagi seorang hamba Allah untuk terbebas dari setan dalam rentang waktu yang singkat, tidak lama. Dan, amat sulit, bahkan bisa dikatakan mustahil, bagi setiap hamba terbebas dari pengaruh setan untuk jangka waktu yang lama atau selamanya. Jika setiap hamba mampu terbebas dalam waktu cukup lama dari bisikan setan dan bersitan hawa nafsu, tentu Rasulullah SAW berhasil dari masalah semacam ini. Padahal, pernah disebutkan dalam hadis, bahwa suatu hari ketika beliau sedang shalat, beliau melihat kain korden bergambar. Selesai shalat beliau ingin agar kain itu dicopot, dan bersabda, “Tadi, kain ini telah mengganggu shalatku. Bawalah kain itu kepada Abu Jahm dan bawalah kepadaku kainnya yang lain yang tidak bergambar.”
Diriwayatkan pula, “Di tangan Nabi SAW melingkar cincin beliau, dimana beliau saat itu berdiri di atas mimbar, beliau lalu membuangnya seraya berkata, ‘Sesekali memandangnya dan sesekali memandang kalian.” Mengapa Nabi melakukan ini? Sebab, bisikan setan telah menggerakkan rasa nikmat untuk memandang cincin emas dan gambar pada kain korden tersebut. Ini terjadi sebelum emas diharamkan secara syariat sehingga Rasullah memakainya.
Selama seseorang masih memiliki harta di luar kebutuhan, meskipun hanya uang satu dinar, ia akan terus dibisiki oleh setan untuk memikirkan dinarnya. Bisikan itu bisa tentang bagaimana menjaga harta tersebut, cara membelanjakannya, bagaimana menyembunyikannya agar tak diketahui orang lain, atau yang lainnya. Atau bagaimana ia bisa memamerkan harta itu untuk dibanggakannya.
Barangsiapa yang menancapkan kukunya pada dunia, lalu ia berharap terbebas dari setan, adalah laksana orang yang membenamkan tangannya di dalam air madu, namun mengira tidak akan ada lalat yang bakal menempel padanya. Hal ini mustahil, sebab dunia adalah pintu gerbang bagi masuknya bisikan setan. Dan, setan punya banyak pintu.
--Disarikan dari Kitab Aja’ib al-Qalb, Ihya ‘Ulumuddin, Imam Al-Ghazali.

LIMA KENDALA MERAIH PENGETAHUAN ILAHI

KALBU ITU IBARAT CERMIN
Dalam kitab Aja’ib al-Qalb, Ihya ‘Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa kalbu manusia itu adalah tempat (wadah) ilmu, yakni bagian halus (al-lathifah) yang mengatur seluruh anggota tubuh manusia. Kalbu yang halus (qalb) inilah yang dipatuhi dan yang dilayani oleh seluruh anggota tubuh. Jika dikaitkan dengan hakikat segala pengetahuan, maka kalbu itu seperti cermin yang terkait dengan bentuk dan wujud sesuatu.

Dengan kata lain, gambar atau wujud tersebut akan tampak jika diletakkan di depan cermin. Dengan cara yang sama kalbu kita menerima warna atau sifat dari suatu obyek yang tidak dikenal dalam sebuah pengetahuan. Masing-masing pengetahuan memiliki hakikat. Dan, hakikat itu memiliki bentuk yang terpatri di dalam cermin kalbu, dan tampak jelas di dalamnya.
Seperti orang yang melihat atau mengetahui kobaran api, ini tidaklah berarti api itu berada di dalam kalbunya. Tapi, yang ada di kalbunya hanyalah batas dan hakikatnya sesuai dengan bentuk dan gambarnya. Karena itu, menggambarkan kalbu seperti cermin adalah sangat tepat. Sebab, zat manusia itu sendiri tidak berada di dalam cermin. Yang ada adalah bayangan yang cocok dengan manusianya. Demikian pula adanya keadaan sesuai dengan hakikat pengetahuan di dalam kalbu yang kita namakan sebagai ilmu.
Menurut Imam Al-Ghazali terdapat rintangan dan kendala yang dapat mencegah gambaran nayata di dalam cermin kalbu kita. Gambar pada cermin itu tidak tampak atau tidak begitu jelas ditangkap karena disebabkan oleh 5 (lima) perkara:
1) Cerminya tak terbuat dari bahan yang baik sehingga kurang mengkilap.
2) Terdapat karat atau kotoran yang menempel pada cermin tersebut, meskipun bentuknya tampak sempurna.
3) Karena posisi cermin yang tidak mengarah kepada objeknya.
4) Karena terdapat hijab atau tirai di antara cermin dan objeknya.
5) Objeknya tidak ditempatkan di depan cermin.
Menurut Imam Al-Ghazali, sebenarnya keadaan kalbu kita seperti 5 keadaan di atas. Kalbu kita seperti layaknya sebuah cermin yang disediakan untuk menampilkan dengan jelas hakikat kebenaran dalam segala hal. Namun, ketika kalbu tak mampu menjalankan fungsinnya secara baik, maka pengetahuan pun tak sampai kepadanya. Hal ini karena terdapat 5 (lima) penghambat bagi masuknya pengetahuan:
Pertama, disebabkan karena adanya kekurangan terhadap kalbu itu sendiri. Misalnya, seperti kalbu milik anak-anak kecil. Pada kalbu mereka tak tampak adanya pengetahuan, karena kalbu mereka masih memiliki kekurangan.
Kedua, disebabkan karena kotoran maksiat dan perbuatan keji yang terakumulasi sehingga menumpuk pada permukaan kalbu. Ini terjadi karena besarnya nafsu syahwat dalam diri sehingga menghalangi kejernihan kalbu kita. Akibatnya, kebenaran di dalam kalbu pun tak tampak, karena gelapnya timbunan kotoran dan noda dosa yang berulang-ulang melapisi kalbu.
Ketiga, kalbu kita tidak tertuju kepada arah hakikat objek yang dicari. Bahkan, menurut Imam Al-Ghazali, hati seseorang yang taat dan shaleh sekali pun, meskipun kalbunya bersih, boleh jadi tidak begitu cemerlang memperlihatkan hakikat kebenaran. Hal ini terjadi karena ia tidak searah dengan cerminnya dalam menuju arah yang ia cari. Bahkan, kadang-kadang, perhatiannya disibukkan dengan detail ibadah lahiriah saja atau hanya terfokus kepaada pencarian nafkah tapi tak tertuju kepada Allah. Begitu juga dengan pikirannya, ia tidak ditujukkan ke hadirat Ilahi yang tersembunyi di dalam batin. Maka, tak akan tersingkap baginya selain apa yang ia pikirkan, dari bahaya amalan sampai berbagai hal kekurangan diri atau kepentingan hidupnya. Bagaimana mungkin bisa menangkap cahaya Ilahi, jika pandangan kalbu kita tak tertuju kepada hakikat Ilahi?
Keempat, disebabkan karena hijab atau tirai. Seseorang yang taat dan sudah mampu mengendalikan hawa nafsunya, dan mampu terfokus pada hakikat-hakikat kebenaran, terkadang masih tertutup dan tak mampu menyingkap tabir hakikat. Hal ini terjadi karena adanya hijab, berupa kepercayaan yang ia yakini sejak kecil secara taklid (ikut-ikutan) dan ia terima begitu saja tanpa mengetahui lebih mendalam. Sebenarnya, kepercayaan seperti ini pun dapat menghalangi kalbu dari hakikat kebenaran, dan juga dapat menghalangi terbukanya kalbu untuk menerima apa yang ia dapatkan secara taklid. Menurut Imam Al-Ghazali, tirai semacam ini banyak dialami oleh para ulama Ahli Kalam dan orang-orang yang terlalu fanatik terhadap mazhab fiqihnya saja. Bahkan, orang shaleh yang rajin tafakur tentang alam malakut, langit dan bumi, karena mereka terbungkus oleh keyakinan taklid yang telah meresap kuat dalam kalbu mereka. Ini menjadi dinding tebal yang menghalangi mereka dari hakikat kebenaran.
Kelima, disebabkan oleh kebodohan. Ia tidak mengerti arah menuju apa yang ia cari. Seseorang tidak mungkin memperoleh ilmu pengetahuan melalui kebodohannya. Karena itu, ia harus fokus mencari ilmu-ilmu yang sesuai dengan apa yang dicarinya. Lalu, susunlah ilmu-ilmu itu secara sistematis di dalam dirinya dengan selalu merujuk kepada pemikiran dan ajaran para ulama. Dengan begitu, ia akan mendapatkan arah dalam memahami pengetahuan Ilahi.
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa jika seseorang ingin menyaksikan tengkuknya melalui sebuah cermin, dan ia lalu mengangkay cermin itu di depan wajahnya, maka cermin itu tidak akan memantulkan gambar tengkuk kita, karena tidak kelihatan. Jika ia meletakkan cermin di belakang tengkuk, ia malah tidak akan bisa melihat cermin itu apalagi gambat atau bayangan tengkuknya. Karena itu, agar ia dapat melihat tengkuknya, maka ia harus menyediakan dua cermin, dimana yang satu diletakan berhadapan dengan tengkuk, dan yang satu lagi diletakkan di depan wajahnya. Aturlah posisi kedua cermin itu, sehingga gambar tengkuk dari cermin yang satu terlihat di cermin yang berada di depan matanya. Saat itulah mata baru dapat melihat dan menyaksikan gambar tengkuk tadi.
Demikian pula dalam menuntut ilmu, terdapat metode-metode yang menakjubkan untuk mengetahui hakikat kebenaran. Inilah pentingnya kita berguru kepada ahli dzkir dan ulama pewaris para nabi agar mampu mengenal hakikat kebenaran. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan suatu amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikulkanlah amanah itu oleh manusia,” (QS Al-Ahzab: 72)
Menurut Imam Al-Ghazali, ayat ini mengungkap keistimewaan luar biasa manusia yang terdapat dalam dirinya, yang tak dimiliki oleh langit, bumi, dan gunung-gunung. Dengan keistimewaan ini manusia kuat dan mampu memikul amanah Allah. Amanah tersebut adalah makrifatullah dan tauhid. Dan, pada dasarnya, setiap diri manusia mampu memikul amanah tersebut, sebab-sebab kesalahan di atas akhirnya manusia tak sanggup mengembannya.

--Disarikan dari Kitab Aja’ib al-Qalb, Ihya ‘Ulumuddin, Imam Al-Ghazali.