Jumat, 14 November 2014

BILA TAK ZUHUD, SAKITNYA TUH DI SINI



Ajaran Zuhud Para Sufi


Sikap zuhud adalah amalan hati, sangat samar, dalam dan memerlukan kekuatan besar untuk menumbuhkannya. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Zuhud itu di sini! Takwa itu di sini! Ketulusan (ikhlâs) itu di sini!” seraya menunjuk tangan ke dadanya.  
Orang yang mampu menumbuhkan prinsip-prinsip zuhud dalam kalbunya telah meneguhkan bangunan tauhid yang kokoh. Hanya Allahlah yang dia tuju, akhirat adalah negeri tujuan hidupnya, serta tak mudah terpikat oleh rayuan dan gemerlap dunia. Dia tidak mengejar-ngejar hal-hal duniawi, tapi dunia justru mengejarnya.
Rasulullah SAW juga bersabda,“Barangsiapa yang keinginannya adalah negeri akhirat, maka Allah akan mengumpulkan kekuatannya, menjadikan hatinya kaya dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. Namun barangsiapa yang niatnya mencari dunia, Allâh akan mencerai-beraikan urusan dunianya, menjadikan kefakiran di pelupuk matanya, dan dunia yang berhasil diraih hanyalah apa yang telah ditetapkan baginya.” (HR Ahmad dan Ibn Hibban)
Jadi, memilih hidup zuhud bukan berarti melalaikan tugas, kewajiban dan tanggung jawab sebagai manusia. Bukan meninggalkan kewajiban untuk mencari nafkah untuk keluarga. Bukan pula berlari dan bersembunyi di goa. Bukan pula meminta kepada Allah untuk segera meninggalkan dunia ini. Namun, zuhud adalah kesadaran jiwa yang selalu kokoh dalam memegang tujuan penciptaan, yakni untuk beribadah. Zuhud adalah kesadaran jiwa bahwa yang selalu mengisi kalbunya hanya Allah, bukan selain-Nya. Karena itu, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengingatkan, genggamlah dunia di tangan, jangan di dalam hati!
Imam Hasan Al-Bashri berkata, “Aku telah menjumpai suatu kaum dan berteman dengan mereka. Tidaklah mereka itu merasa gembira karena sesuatu yang mereka dapatkan dari perkara dunia, juga tidak bersedih dengan hilangnya sesuatu itu. Dunia di mata mereka lebih hina daripada tanah. Salah seorang di antara mereka hidup satu atau dua tahun dengan baju yang tidak pernah terlipat, tidak pernah meletakkan panci di atas perapian, tidak pernah meletakkan sesuatu antara badan mereka dengan tanah (beralas) dan tidak pernah memerintahkan orang lain membuatkan makanan untuk mereka. Bila malam tiba, mereka berdiri di atas kaki mereka, meletakkan wajah-wajah mereka dalam sujud dengan air mata bercucuran di pipi-pipi mereka dan bermunajat kepada Allah agar melepaskan diri mereka dari perbudakan dunia. Ketika beramal kebaikan, mereka bersungguh-sungguh dengan memohon kepada Allah untuk menerimanya. Apabila berbuat keburukan, mereka bersedih dan bersegera meminta ampunan kepada Allah. Mereka senantiasa dalam keadaan demikian. Demi Allah, tidaklah mereka itu selamat dari dosa kecuali dengan ampunan Allah. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepada mereka.”
Orang yang zuhud adalah orang yang selalu bersikap sabar dalam penderitaan, selalu bersikap qanaah (merasa cukup) dengan seluruh pemberian Allah, bertawakal dan bertakwa, serta yaqin dengan keyakinan penuh akan jaminan Allah. Sehingga ia akan mantap dalam beribadah, mempunyai tujuan hakiki dalam hidupnya, serta menjadikan dunia dan usahanya sebagai media untuk persiapan kehidupan abadi di akhirat.
Rasulullah SAW bersabda,“Sekiranya anak Adam memiliki harta sebanyak dua bukit, niscaya ia akan mengharapkan untuk mendapatkan bukit yang ketiga, dan tidaklah perut anak Adam itu dipenuhi melainkan dengan tanah, dan Allah menerima tobat siapa saja yang bertobat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)




APAKAH ALLAH DAPAT DILIHAT?


Apakah di dunia mungkin Allah dapat dilihat? Apakah Allah hanya dapat dilihat nanti di akhirat? Apakah mungkin dapat menyaksikan Tuhan, pencipta dan penguasa alam semesta ini? Jika memang bisa, bagaimana melakukannya?
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini pasti sering muncul bagi para pencari Tuhan yang baru memulai melakukan tafakur. Ada semacam kebimbangan saat memulai perenungan. Apalagi jika merujuk pada ayat dan hadis yang masih belum dapat dipahami.
Padahal sebenarnya, setiap ruh manusia itu pernah menyaksikan dan bersaksi tentang ketuhanan. Yakni, terjadi pada alam arwah, dimana mereka telah mengaku dan berjanji untuk tunduk dan patuh terhadap Allah, mau menyembah-Nya, menjalankan perintahnya-Nya dan menjauhi larangannya. Ketika Allah bertanya, “alastu birabbikum? (Apakah Aku Tuhanmu), lalu kita mengatakan, “Bala syahidna” (Ya, kami bersaksi). Ini adalah Perjanjian Primordial manusia sebagai hamba di depan Rabb.
Namun, dalam perjalannya, saat manusia dilahirkan, manusia lupa dan lalai. Karena itu, Allah mengutus Nabi dan Rasul, serta menurunkan wahyu agar manusia dapat kembali di jalan-Nya dan mengingat kembali Perjanjian Primordialnya.
Mereka yang terbuka mata hatinya, sebenarnya selalu menyaksikan Allah setiap saat. Menyaksikan keberadaan-Nya di alam ini. Mereka juga mampu mengingat jalan kembali kepada-Nya, tempat semua ruh akan kembali. Tetapi, karena manusia dibutakan oleh sifat-sifat rendah kemanusiaannya sehingga merasa bahwa Allah tak tampak, tertutup, tersembunyi dan tak dapat dirasakan keberadaanya.
Dalam kitab Sirrul Asrar, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pernah menjelaskan hal semacam ini. Menurutnya, “Penyebab kebutaan kalbu adalah karena adanya hijab-hijab yang gelap (al-hujub azh-zhulmaniyah), lalai dan lupa karena jauhnya diri dari menepati janji pada Allah saat di Alam Arwah. Adapun sebabnya lalai adalah kebodohan seseorang terhadap masalah hakikat Ilahiah.
Kebodohan ini timbul karena kalbu dikuasai oleh sifat-sifat tercela, seperti sombong, dendam, dengki, kikir, ‘ujub, ghibah (mengumpat), namimah (mengadu domba), bohong dan sifat-sifat tercela lainnya. Sifat-sifat inilah yang mengakibatkan manusia jatuh ke derajat yang paling rendah.
Allah SWT berfirman, “Dan siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta pula dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Isrâ’ [17]: 72). Adapun yang dimaksudkan dengan buta di dunia adalah buta hati, sebagaimana firman Allah SWT, “Maka sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj [22]: 46)
Adapun cara menghilangkan sifat-sifat yang tercela tersebut adalah dengan membersihkan cermin kalbu dengan alat pembersih tauhid, ilmu dan amal; serta berjuang dengan sekuat tenaga, baik lahir maupun batin. Semua itu akan menghasilkan hidupnya kalbu dengan cahaya tauhid dan sifat-sifatnya.
Jika seorang manusia telah berhasil menghidupkan kalbunya, maka ia akan ingat pada Negeri Asalnya (Alam Lahut). Setelah ingat ia akan rindu pulang dan ingin sampai ke negerinya yang hakiki. Maka, ia akan sampai dengan pertolongan Allah.
Selanjutnya, setelah penghalang kegelapan (tabir) tadi hilang, maka yang tersisa adalah penghalang-penghalang atau tabir cahaya (al-hujub an-nuraniah). Dan, pada saat itu ia sudah bashirah, ia yang mampu melihat dengan penglihatan ruh dan menerima cahaya dari cahaya Asma Ash-Shifat (nama-nama sifat). Secara bertahap, penghalang-penghalang cahaya itu akan sirna dengan sendirinya dan dia akan diterangi dengan cahaya Dzat.”
--Dirujuk dari kitab Sirrul Asrar karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, terjmh KH Zezen ZA Bazul Asyhab, wakil talqin Tarikat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Suralaya.

Minggu, 09 November 2014

BIMBINGAN RUHANI SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI


 
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Jala Al-Khathir mengatakan bahwa Allah Ta’ala telah berfiman dalam salah satu firman-Nya yang diwahyukan melalui hadis qudsi: “Telah berdustalah orang yang mengaku mencintai-Ku, tetapi pergi tidur dan melupakan Aku begitu malam menjelang.”
Jika engkau adalah salah seorang dari mereka yang mencintai Allah, niscaya engkau akan tetap bangun dan berjaga malam, dan kalaupun engkau tidur, itu hanya akan terjadi karena kantuk telah menyerangmu dengan kekuatan yang tak tertahankan. Sang pencinta (muhibb) berada di bawah beban tekanan dan ketegangan, sedangkan sang kekasih (mahbûb) merasa tenang dan nyaman. Sang pencinta adalah orang yang mencari (thâlib), sedangkan sang kekasih adalah orang yang dicari (mathlûb).
Nabi Saw. diriwayatkan telah bersabda: Allah akan mengatakan kepada Jibril: Jadikanlah si fulan tidur, dan jadikanlah si fulan (yang lain) bangun.”
Ada dua cara untuk memahami firman Allah ini. Yang pertama: “Jadikanlah orang tertentu—sang pencinta—bangun, dan jadikanlah orang yang lain—sang kekasih—tidur. Yang disebut pertama telah mengaku bahwa dia mencintaiku; jadi aku harus memeriksanya dan menempatkannya di tempatnya yang selayaknya, daun-daun keberadaanya bersama siapa pun selain Aku berguguran darinya.
Jadikanlah Dia bangun, sampai bukti pengakuannya dikukuhkan, dan cintanya dikukuhkan. Dan jadikanlah orang tertentu yang lain tidur, sebab dia adalah kekasih-Ku, dia telah lama bekerja keras. Tidak ada satu jejak  pun yang tertinggal padanya dari orang selain Aku. Cintanya kepada-Ku telah menajdi tunggal, dan telah kukuhlah pengakuan, bukti dan pemenuhannya terhadap perjanjian-Ku. Sekarang adalah giliranku untuk memenuhi perjanjiannya.
Dia adalah tamu, dan seorang tamu tidaklah disuruh bekerja dan melayani. Aku akan membiarkannya tidur di kamar penjagaan-Ku yang lemah lembut, dan aku akan membiarkannya duduk di meja anugerah-Ku. Aku akan menjamunya dalam kedekatan-Ku dan Aku akan memindahkannya dari hadapan orang-orang lain selain Aku. Cintanya telah terbukti asli, dan manakala cinta itu otentik, maka formalitas ditiadakan.”
Penafsiran yang lain adalah: “Jadikanlah si fulan tidur, karena tujuannya dalam menyembah-Ku adalah untuk memperoleh perhatian dari sesama makhluk. Dan bangunkanlah si fulan yang lain, sebab tujuannya dalam meyembah-Ku adalah untuk memperoleh anugerah-Ku. Jadikanlah si fulan tidur; sebab aku tidak menyukai suaranya, dan jadikanlah si fulan yang lain bangun, sebab Aku senang mendengar suaranya.”

Sang pencinta menjadi yang dicintai hanya apabila hatinya telah tersucikan dari segala sesuatu kecuali Junjungannya Yang Maha Kuasa lagi Maha Agung, hingga ia tidak memiliki keinginan untuk meninggalkan-Nya lagi dan kembali kepada yang lain. Jalan bagi hatinya untuk mencapai kedudukan (maqâm) ini adalah dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban agama (farâ’idh) menjauhi hal-hal yang haram dan nafsu badaniah (syahwât), memperoleh hal-hal yang diperbolehkan (mubâh) dan halal tanpa nafsu (hawâ) dan keterlibatan (wufûd), dan praktik yang sehat dalam menjauhi hal-hal yang haram (waraʽsyâfî) dan zuhud yang sempurna. Ia adalah meninggalkan segala sesuatu selain Allah, menentang diri rendah (nafs), nafsu (hawâ) dan setan, pembersihan hati dari semua makhluk, dan bersikap tak acuh baik terhadap pujian maupun celaan, terhadap penerimaan hadiah ataupun tidak menerima, dan terhadap kehidupan keras di padang pasir ataupun kenyamanan yang berperadaban.
Tahap pertama urusan ini adalah bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah kecuali Allah, dan tahap yang terakhir adalah sikap tak acuh dan tidak membeda-bedakan antara kehidupan yang keras dan kehidupan yang berperadaban. Manakala hati seseorang sehat, maka dia begitu terkait dengan Tuhannya sehingga padang belantara dan kota, pujian dan celaan, sakit, dan sehat kekayaan dan kemiskinan, keberhasilan dan kegagalan duniawi semuanya tak ada bedanya sejauh menyangkut dirinya.
Manakala seseorang secara asli telah mencapai tahap ini, maka dia mengalami kematian diri rendahnya (nafs) dan nafsunya (hawâ), dorongan-dorongan alamiahnya berhenti bergejolak, dan setannya menjadi tunduk kepadanya. Dunia dan para pemiliknya menjadi tidak penting dalam hatinya, sementara akhirat dan para pemiliknya memperoleh kepentingan besar dalam pandangannya.
Kemudian dia berpaling dari kedua dunia ini dan bergerak menuju Junjungannya. Hatinya menemukan jejak di tengah-tengah para makhluk (khalq) yang dengannya ia bisa sampai kepada kebenaran. Mereka menyisih untuknya ke kanan dan ke kiri, mundur dan memberikan jalan kepadanya, mereka lari menjauhi api kebenarannya (shidq)  dan kemuliaan yang menggetarkan dari wujud terdalamnya (sirr). Sekarang dia dipandang besar di kerajaan spiritual. Semua makhluk berada di bawah kaki hatinya dan mendapatkan perlindungan dalam bayang-bayangnya.
Engkau tidak terbimbing dengan benar. Engkau mengklaim sesuatu yang bukan milikmu dan yang tidak engkau miliki. Diri rendahmu mengendalikanmu, dan makhluk-makhluk dan semua isi dunia ini berada dalam hatimu. Dalam hatimu, mereka lebih besar daripada Allah. Engkau berada di luar batas manusia-manusia (pilihan Tuhan) dan penilaian mereka. Jika engkau ingin mencapai apa yang telah kuisyaratkan, engkau harus memusatkan perhatianmu kepada penyucian hatimu dari segala sesuatu.”

“Celakalah Engkau! Engkau membutuhkan sesuap makanan, engkau kehilangan sesuatu yang remeh, atau engkau mengalami hinaan terhadap kehormatanmu—dan bagimu itu sudah berarti kiamat! Engkau memprotes terhadap Allah. Engkau menuruti nafsu kemarahanmu dengan memukuli isteri dan anak-anakmu. Engkau mengutuk agamamu dan Nabimu. Seandainya engkau seorang yang berakal sehat, salah satu dari orang-orang berjaga dan sadar, niscaya engkau akan menahan lidahmu di hadapan Allah. Engkau akan memandang semua tindakan-Nya sebagai berkah untuk kemanfaatan dan kepentinganmu.
Engkau harus selalu ingat laparnya orang-orang yang kelaparan, telanjangnya orang-orang yang tak mempunyai pakaian, sakitnya orang-orang yang sakit, dan nestapa orang-orang yang terpenjara. Dengan demikian, engkau akan lebih memandang remeh cobaan-cobaan dan penderitaan yang kau alami sendiri. Engkau harus ingat akan ilmu yang dimiliki Allah tentang dirimu, perhatian-Nya terhadap kesejahteraanmu, dan takdir yang telah ditetapkannya bagimu.
Dengan begitu, engkau akan merasa malu di hadapan-Nya. Manakala hal-hal menjadi sangat sulit bagimu, engkau harus merenungi dosa-dosamu, berpaling darinya dan bertobat, dan berkata kepada diri rendahmu: “Karena dosamu, Tuhan Yang Maha Benar telah membuat hidup menjadi sulit bagimu. Jika engkau bertobat atas dosa-dosamu dan melaksanakan kewajibanmu, Tuhan akan menganugerahkan kepadamu jalan keluar dari setiap masalah dan setiap kesulitan yang sangat rumit; sebagaimana Dia telah mengatakan: “Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka Allah akan mempersiapkan jalan keluar baginya, dan Dia akan memberikan rezeki kepadanya dari sumber-sumber yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupkan (keperluan)-nya,” (QS 65:2-3).
Orang yang berakal sehat adalah orang yang benar-benar jujur, dan yang segera bisa dibedakan dari orang-orang pendusta dikarenakan keujujurannya (shidq). Engkau harus menempatkan kejujuran di tempat ketidakjujuran, ketabahan di tempat ketakutan, gerakan maju ke depan di tempat kemunduran, kesabaran di tempat kekhawatiran dan kecemasan, sikap bersyukur di tempat ketidakbersyukuran, penerimaan yang gembira di tempat ketidakpuasan, persetujuan di tempat protes, dan keyakinan di tempat keraguan. Jika engkau siap untuk tunduk dan tidak memprotes,  jika engkau bersyukur dan sama sekali tidak kufur, jika engkau mudah disenangkan dan tidak suka mengomel, dan jika engkau merasa yakin dan tidak ragu: “Tidakkah Allah akan mencukupi (kebutuhan) hamba-Nya?” (QS Al-Zumar (39) :36) 
Semua yang kau urusi dan engkau terlibat di dalamnya adalah kotololan yang gila. Allah tidak memberikan perhatian kepadanya. Urusan ini tidak terjadi melalui tindakan-tindakan jasad. Nabi kita Muhammad Saw. mengatakan: “Zuhud itu di sini. Takwa itu di sini. Ketulusan (ikhlâs) itu di sini.” seraya menunjuk ke dadanya.
Jika seseorang menginginkan keberhasilan, hendaklah ia menjadi sepotong tanah di bawah telapak kaki para syaikh. Bagaimana sifat para syaikh ini? Mereka adalah orang-orang yang meninggalkan dunia ini dan semua makhluk, yang telah mengucapkan selamat tinggal kepada mereka, yang telah mengucapkan selamat tinggal kepada segala sesuatu yang ada di bawah Tahta Langit (‘arsy) hingga permukaan bumi, yang telah meninggalkan segala sesuatu dan mengucapkan kepada mereka ucapan selamat tinggal dari orang yang tidak akan kembali lagi kepada mereka.
Mereka mengucapkan selamat tinggal kepada semua makhluk, termasuk diri mereka sendiri. Keberadaan mereka adalah bersama Tuhan mereka dalam semua keadaan (ahwâl) mereka. Jika orang mencari cinta Tuhan bersama dengan keberadaan dirinya sendiri, berarti dia tertipu oleh angan-angannya sendiri.
Apabila seseorang sepenuhnya murni dalam zuhudnya dan pengukuhannya atas tauhid, maka dia tidak melihat tangan-tangan makhluk ataupun keberadaan mereka. Dia tidak melihat si pemberi selain Tuhan, dan dia tidak melihat dzat yang dermawan dan pemurah hati selain dari-Nya.”

“Betapa besar kebutuhan kalian, wahai pencinta dunia! Betapa sangat besarnya kebutuhan kalian semua untuk mendengarkan kata-kata ini! Betapa besar kebutuhan kalian, wahai orang-orang yang hendak menjauhi kejahilan! Betapa sangat besarnya kebutuhan kalian semua untuk mendengarkan kata-kata ini! Mayoritas dari orang-orang yang berperilaku seperti zâhîd (mutazahhidîn) dan ahli ibadah (mutaʽabbidîn) sesungguhnya adalah budak-budak makhluk, yang mereka perlakukan seolah-olah mereka adalah sekutu-sekutu Allah.
Wahai engkau yang mengabdi dengan tulus kepada Tuhan, tanpa melakukan kemusyrikan terhadap-Nya, engkau harus mendekati pintu Tuhanmu dan mengambil posisimu di sebelah-Nya. Engkau tidak boleh mencoba lari manakala datang nasib yang malang. Apabila engkau telah mengambil posisimu di pintu-Nya, dan malapetaka mengancam untuk menyusulmu dari belakangmu, engkau harus berpegang kuat-kuat pada pintu itu, sebab dengan demikian malapetaka itu akan terusir darimu oleh kekukuhan tauhidmu dan sifat benarmu yang menggetarkan. Karena itu, manakala nasib malang mengancam akan menyusulmu, engkau harus mempraktikkan kesabaran dan ketabahan, sambil membaca firman-Nya: “Dan Allah mengukuhkan mereka yang beriman dengan ucapan yang kukuh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat (QS Ibrâhîm (14) : 27).  “Maka Allah akan memelihara kamu dari neraka. Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui,” (QS Al-Baqarah (2):137).
Engkau juga harus sering-sering mengucapkan kata-kata (Nabi Saw.): Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung (lâ hawla wa lâ quwwata illâ billâhil ‘aliyyil ‘azhîm).”
Engkau harus sering-sering memohon ampun (istighfâr), mensucikan (tasbîh) Tuhan, dan mengingat-Nya dengan ketulusan yang jujur (shidq). Jika engkau melakukan ini semua, engkau akan aman dari tentara bencana dan bala tentara diri-diri rendah (nufûs), hawa nafsu (hawâ) dan setan.
Betapa sering aku berusaha membuatmu  menyadari, tetapi tetap saja engkau tidak memahami masalahnya..“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka sungguh dia adalah orang yang terbimbing lurus (QS Al-A‛râf (7) :178)
“Barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka sungguh tidak ada pemandu baginya (QS Al-A‛râf (7):186). “Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada orang yang akan dapat menyesatkannya (QS Al-Zumar (39) : 37).
Nabi kita Muhammad Saw. tetap berharap bahwa mereka yang telah tersesat bisa menerima petunjuk yang benar, dan beliau sangat menginginkan hal ini sehingga Allah mewahyukan kepada beliau: “Sesungguhnya engkau tidak bisa memberi petunjuk kepada orang yang engkau cintai, tetapi Allah-lah yang membimbing siapa yang dikehendaki-Nya (QS Al-Qashash (28) : 56).
Ketika itulah beliau Saw. berkata: “Aku telah diutus untuk menawarkan petunjuk, tetapi (penerimaan) petunjuk itu tidak ada kaitannya denganku. Dan iblis menyediakan godaan, tetapi penyimpangan dari jalan yang benar tidak ada kaitannya dengan dia.”
Adalah keyakinan yang kuat dari orang-orang yang mengikuti kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya Saw. bahwa pedang tidaklah memotong karena sifatnya, tetapi bahwa Allah-lah yang memotong dengannya; bahwa api tidaklah membakar karena sifatnya, tetapi Allah-lah yang menggunakannya untuk membakar; bahwa makanan tidaklah menghilangkan rasa lapar dikarenakan sifatnya, tetapi Allah-lah yang menggunakannya untuk menghilangkan rasa lapar kita; bahwa air tidaklah menghilangkan rasa haus dikarenakan sifatnya, tetapi Allah-lah yang menghilangkan rasa haus kita dengannya.
Begitu pula dengan semua sarana material dalam berbagai bentuknya. Allah adalah yang mengendalikan dan menggunakannya, sementara sarana-sarana tersebut hanyalah alat di tangan-Nya, yang dengannya Dia melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya.
Ketika Ibrahim a.s., sahabat khusus Allah, dilemparkan ke dalam api besar yang berkobar-kobar, dan Tuhan tidak menghendaki dia terbakar hangus oleh panasnya, maka Dia memberlakukan kepadanya keadaan dingin dan damai. Kita tahu, dari hadis shahih yang telah sampai kepada kita, bahwa Nabi Saw. pernah mengatakan: “Pada hari kiamat nanti, neraka akan berkata: “Lewatlah, wahai orang beriman, sebab cahayamu telah memadamkan kobaran apiku!”
Seorang budak mungkin perlu dipukul dengan tongkat, tetapi anggukan kepala saja sudahlah cukup untuk mengatakan kepada seorang merdeka apa yang diminta darinya.”

“Wahai hamba-hamba Allah, kalian harus melaksanakan dengan setia lima kali shalat dalam sehari semalam pada waktu-waktunya yang telah ditentukan. Kalian harus melaksanakannya dengan memenuhi semua syarat-syaratnya dan semua rukun-rukunnya. Kalian tidak boleh melaksanakannya dengan lalai, kalian pasti sudah pernah mendengar kata-kata Allah: “Maka celakalah orang-orang yang shalat, yang lalai akan shalat mereka (QS Al-Mâ‛ûn (107): 4-5).
Ibn ‘Abbâs r.a pernah mengatakan (untuk menjelaskan hal yang tampaknya paradoks itu): “Demi Allah! Bukanlah yang dimaksud itu adalah bahwa mereka meninggalkan shalat sama sekali, melainkan bahwa mereka menunda-nundanya hingga keluar dari batas-batas waktunya yang telah ditentukan.”
Bertobatlah, sebab dengan demikian Allah akan melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian. Dan benar-benar setialah kepada kewajiban kalian begitu kalian telah diberi ganjaran atas taubat kalian. Bertaubatlah dari perilaku kalian yang salah di masa lalu. Bertaubatlah, wahai kalian yang telah menunda-nunda shalat hingga keluar batas waktunya. Wahai kalian yang melakukan penafsiran yang palsu (ta’wîl) dan mengambil argumentasi yang menipu yamg dikemukakan oleh setan!
Wahai kalian yang membiarkan diri ditipu oleh cara-caranya yang mengkhianati! Janganlah kalian mengira diri kalian kebal terhdap hukuman neraka. Janganlah kalian tertipu, sebab kalian mungkin dihukum bahkan di dunia ini—dengan kebutaan, ketulian dan sakit yang kronis, dengan kemiskinan yang disertai tidak adanya kesabaran untuk menghadapinya, dan dengan ketergantungan pada orang lain di saat orang itu berhati keras terhadap kalian—dan kemudian di akhirat dihukum dengan api neraka. Semua kesakitan ini dalah hasil buruk dari tindakan pembangkangan dan dosa. Marilah kita berlindung kepada Allah dari pembalasan dendam-Nya, dari kemarahan dan kemurkaan-Nya!
Ya Allah, ampunilah kami dan perlakukanlah kami dengan kelemahlembutan-Mu dan kemurahan-Mu yang mulia, bukan dengan keadilan-Mu! Anugerahilah kami berkah kepada kehendak-Mu. Amin.
Nabi Saw. diriwayatkan telah mengatakan: “Allah Swt. Telah menciptakan malaikat-malaikat penyiksa (zabâniyah) di dalam neraka. Mereka melayani Allah dengan cara melakukan balas dendam terhadap musuh-musuh-Nya, orang-orang kafir. Jadi, manakala Dia berkehendak untuk menyiksa seorang kafir, Dia berkata kepada malaikat-malaikat itu: ‘Peganglah dia!’ Tujuh puluh ribu malaikat dari mereka dengan segera maju ke depan ke arah orang kafir itu, dan begitu dia jatuh ke tangan salah satu malaikat itu, dia meleleh bagaikan gajih di dalam api, hingga tak ada sesuatu pun yang tertinggal pada tubuhnya kecuali lelehan-lelehan. Kemudian Allah mengembalikan tubuhnya kepada keadaannya yang  semula, dan para malaikat itu lalu mengikatnya dengan belenggu dan rantai api, mengikat kepala dan kakinya bersama-sama. Kemudian mereka melontarkannya ke dalam api nereka.”

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pernah ditanya oleh seseorang mengenai pikiran-pikiran yang muncul di benak (khawâthir), lalu beliau menjelaskan:
Bagaimana menjelaskan kepadamu apa itu khawâthir? Khawâthir itu datang dari setan, dorongan alamiah (thabʽ), nafsu (hawâ) dan dunia ini. Kepentingan atau kepedulianmu (hamm) adalah apa saja yang paling penting menurutmu. Jenis pikiran-pikiranmu akan sejalan dengan kepentinganmu yang sedang aktif. Sebuah lintasan pikiran (khâthir) yang diilhami oleh Tuhan Yang Maha Benar hanya datang ke hati, bebas dari apapun selain Dia. Sebagaimana telah difirmankan-Nya, “Aku berlindung kepada Allah dari menahan siapa pun kecuali dia yang padanya kami temukan harta kami,” (QS Yûsuf (12) : 39).
Jika Allah dan ingatan kepada-Nya (dzikr) hadir dalam dirimu, maka harimu pasti akan dipenuhi dengan kedekatan-Nya, dan pikiran-pikiran yang disarankan oleh setan, nafsu dan dunia ini semuanya akan menjauhimu. Ada semacam pikiran yang datang dari dunia ini dan macam lain yang datang dari akhirat. Ada pikiran yang datang dari para malaikat, pikiran yang datang dari diri rendah (nafs) dan pikiran yang datang dari hati. Juga ada pikiran yang datang dari Tuhan Yang Maha Benar.

Oleh karena itu, adalah perlu bagimu, wahai orang yang benar (shâdiq), untuk membuang semua pikiran lain dan hanya mengandalkan kepada pikiran Tuhan Yang Maha Benar. Jika engkau menolak pikiran dari diri renadah, pikiran nafsu, pikiran setan dan pikiran dunia, maka pikiran akhirat akan datang kepadamu. Kemudian kamu akan menerima pikiran malaikat, dan akhirnya pikiran Tuhan. Ini adalah tahap yang terakhir.
Wahai kaumku! Tuhan kebenaran melimpahkan berkah-Nya kepada kalian agar Dia bisa melihat apakah kalian akan bersyukur ataukah kufur, apakah kalian akan mengakui ataukah mengingkari, apakah kalian akan taat ataukah membangkang.
Kalian tidak boleh merasa terlalu gembira dengan situasi di mana kalian bergelimang dalam pujian orang banyak sementara kesalahan-kesalahan kalian tetap tersembunyi. Kehinaan akan datang cepat ataupun lambat kepada orang yang mengatakan:
“Ya Allah, Engkau telah memberiku lebih dari yang patut kuterima, dan Engkau telah menyebarluaskan kemasyhuran dan reputasiku di kalangan manusia. Ya Allah, janganlah Engkau hinakan aku di hadapan mereka pada hari kebangkitan, sebab aku mempunyai kesalahan yang tersembunyi dan nama harum yang tersebar.”

“Tak ada sesuatu pun yang akan jatuh ke tanganmu dari Tuhan Yang Maha Benar disebabkan oleh kemunafikanmu, bicaramu yang lancar dan kefasihanmu, yang membuat mukamu pucat, memunculkan tambalan-tambalan pada jubahmu yang kumal, membuat pundakmu bungkuk dan membuatmu pura-pura menangis. Semua hal itu datang dari diri rendahmu (nafs), setanmu, sikap syirikmu terhadap makhluk-makhluk dan usahamu untuk mendapatkan keuntungan duniawi dari mereka.
Engkau harus berprasangka baik terhadap orang lain dan memandang jelek dirimu sendiri. Engkau harus memandang rendah diri rendahmu (nafs) dan melakukan pengendalian terhadapnya. Ingat-ingatlah hal ini sampai dikatakan kepadamu: “Berbicaralah tentang nikmat-nikmat Tuhanmu!” Putra Syamʽûnsemoga Allah merahmatinyabiasa mengatakan, manakala dia menerima anugerah karismatik (karâmah): “Ini adalah penipuan. Ini dari setan. “Dia terus mengatakan itu sampai kepadanya dikatakan: “Siapa engkau, dan siapa ayahmu? Berbicaralah tentang anugerah Kami kepadamu!”
Wahai para pecinta! Wahai para pencari! Waspadalah, jangan sampai kalian kehilangan Tuhan Yang Maha Benar, sebab jika kalian kehilangan Dia, berarti kalian telah kehilangan segala-galanya. Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Agung mewahyukan kepada ʽȊsâ a.s : Wahai ʽȊsâ, waspadalah, jangan sampai engkau kehilangan Aku, sebab jika engkau kehilangan Aku, berarti engkau telah kehilangan segala-galanya, tetapi jika engkau tidak kehilangan Aku, berarti engkau tidak kehilangan apa pun.”
Mûsâ a.s mengatakan kepada Tuhannya dalam munajatnya kepada-Nya: “Wahai Tuhanku, nasihatilah aku!” Maka Dia lalu menjawab: “Aku menasihatkan kepadamu agar bertawakal kepada-Ku dan mencari-Ku.” Percakapan ini diulang empat kali, setiap kali dengan permintaan yang sama dari Mûsâ a.s dan jawaban yang sama pula dari Tuhannya. Tuhan tidak mengatakan kepadanya agar mencari dunia, ataupun mencari akhirat. Seolah-olah Dia mengatakan kepadanya: “Aku menasihatkan kepadamu agar taat kepada-Ku dan tidak membangkang kepada-Ku. Aku menasihatkan kepadamu agar mencari kedekatan-Ku. Aku menasihatkan kepadamu agar mengukuhkan keesaan-Ku (tauhîd) dan bekerja demi Aku. Aku menasihatkan kepadamu agar berpaling dari segala sesuatu selain Aku.”

“Wahai kalian pengemis-pengemis yang melarat, kalian harus menanggung kemelaratan kalian dengan sabar, sebab dengan demikian kesejahteraan akan datang kepada kalian baik di dunia maupun di akhirat nanti. Nabi Saw. diriwayatkan telah mengatakan: “Kemiskinan dan kesabaran adalah teman duduk (julasâ’) Allah di hari kebangkitan, dan orang-orang miskin dan mereka yang bersabar adalah teman-teman duduk ar-Rahmân (Yang Maha Pengasih), dengan hati mereka hari ini dan dengan jasad mereka esok.”
Mengenai orang-orang miskin yang kebutuhannya adalah terhadap Tuhan Yang Maha Benar dan mereka yang bersabar dengan-Nya dan bersikap tak acuh terhadap semua yang lain, maka hati mereka adalah tenang dan tunduk di hadirat-Nya. Mereka tidak memberikan perhatian kepada seorang pun selain kepada-Nya. Kepada mereka, seolah-olah Allah Swt. Mengatakan sebagaimana yang dikatakan-Nya tentang Mûsâ a.s: Dan kami telah mengharamkan ibu-ibu susu baginya sebelum itu (QS 28:12).
Apabila hati sehat dan benar-benar mengenal (‘arafa) Tuhan Yang Maha Benar, maka ia akan menolak untuk mengakui yang lain. Ia akan menemukan persahabatan yang intim dengan-Nya dan merasa terasing dengan semua yang lain. Ia akan merasakan kenyamanan di sisi-Nya dan tidak nyaman bersama siapapun selain-Nya.
Wahai kaumku! Kalian harus ingat akan mati dan apa yang akan terjadi sesudahnya. Kalian harus mencampakkan keinginan rakus untuk mengumpulkan hal-hal yang termasuk dalam dunia yang fana ini. Kalian harus memotong harapan-harapan kalian dan menyedikitkan ambisi-ambisi rakus kalian. Tidak ada yang lebih buruk bagi kalian daripada harapan-harapan yang berlebih-lebihan dan ambisi yang rakus.
Nabi Saw. diriwayatkan telah mengatakan:
“Manakala anak Adam mati dan memasuki lubang kubur, maka empat orang malaikat akan datang ke pinggir kuburannya. Seorang malaikat berdiri di sisi kepalanya, seorang lagi berdiiri di sebelah kanannya. Seorang lagi berdiri di sebelah kirinya, dan seorang lagi berdiri di dekat kakinya. Kemudian malaikat yang berdiri di dekat kepalanya berkata: ‘Wahai anak Adam, tertinggallah sudah harta benda dan hanya amal perbuatan sajalah yang ada.’ Malaikat yang berdiri di sebelah kanannya akan berkata: ‘Wahai anak Adam, ajal telah sampai dan hanya harapan-harapan yang masih tinggal.’ Malaikat yang berdiri di sebelah kirinya akan berkata: ‘Wahai anak Adam, kesenangan-kesenagan jasadi (syahwât) telah berlalu dan yang tinggal hanyalah kesukaran-kesukaran (taʽabât).’ Malaikat yang berdiri di dekat kakinya akan berkata: ‘Wahai anak Adam, selamat kepadamu, jika kamu mencari nafkah dengan cara yang halal dan gemar bersedekah!”

“Wahai kaumku! Kalian harus belajar dari seruan-seruan ini, terutama seruan Allah Swt. dan seruan Rasul-Nya Saw. Ya Allah! Saksikanlah bahwa aku telah berusaha sebaik-baiknya untuk menyampaikan seruan-seruan kepada hamba-hamba-Mu, dengan melakukan setiap upaya demi kesejahteraan mereka.
Wahai kalian para pertapa dan orang-orang yang mengasingkan diri, datanglah ke sini dan cicipilah kata-kataku, walaupun itu hanya satu huruf saja. Habiskanlah waktu sehari atau seminggu bersamaku, mungkin kalian akan mempelajari sesuatu yang akan mendatangkan manfaat bagi kalian. Kebanyakan kalian adalah orang-orang yang tertipu oleh tipuan di dalam tipuan, menyembah makhluk-makhluk di dalam ruang-ruang ibadah kalian. Urusan ini bukanlah sesuatu yang muncul hanya dengan duduk di tempat-tempat yang terpencil dengan tidak mengacuhkan teman. Kalian harus berjalan mencari pengetahuan dan ulama-ulama yang mempraktikkan ilmu mereka (al ‘ulamâ’ al-‘ummâl),  sampai kalian tidak bisa berjalan lebih jauh lagi. Kalian harus tetap berjalan sampai kaki-kaki kalian tak mau lagi manaati kalian. Kemudian, manakala kalian telah kehabisan tenaga, kalaian boleh duduk. Bepergianlah kalian dengan jasad lahir kalian, lalu dengan hati kalian dan batin (maʽnâ) kalian. Manakala kalian telah benar-benar lelah baik secara lahir maupun batin dan terpaksa berhenti, maka kedekatan dengan Allah dan pencapaian kepada-Nya akan datang kepada kalian.
Tak ada satu cicitan pun yang bisa didengar darimu selama engkau masih merupakan anak ayam yang masih berada di dalam telur. Engkau tidak memiliki kemampuan berbicara sampai susunan tubuh alamiahmu terbentuk sepenuhnya, telurmu telah terbuka untuk membebaskanmu, dan engkau telah menjadi seekor anak ayam di bawah sayap indukmu, di bawah sayap hukum suci (syarîʽah) Nabimu Saw., sehingga engkau bisa diberi makanan dan sehingga imanmu bisa tumbuh ke kesempurnaan.
Begitu engkau telah menerima pelatihan yang selayaknya, maka engkau akan mengumpulkan rezeki dari anugerah Tuhanmu. Setelah mencapai tahap ini, engkau akan menjadi seekor ayam jantan bagi ayam-ayam betina. Engkau akan menghibur mereka dan memperlakukan mereka dengan penuh cinta. Engkau akan menjadi penjaga yang akan menjaga mereka. Engkau akan berusaha membentengi mereka dari malapetaka, siap mengorbankan dirimu untuk membela mereka. Manakala pelayan Allah benar-benar berharga, maka dia akan menanggung beban sesama makhluk dan memegang peran sebagai poros demi kepentingan mereka (sâra quthban lahum).
Nabi Saw. diriwayatkan telah mengatakan: “Jika seseorang belajar, mengamalkan dan mengajar, maka dia akan dipandang besar di kerajaan langit (malakût).”
Aku akan menggemakan kata-kata Amîrul mu’minîn ‘Alî bin Abi Thâlib (semoga Allah meridhainya dan memuliakan wajahnya), ketika aku mengatakan bahwa aku memiliki di dalam diriku simpanan ilmu, yang—jika saja aku bisa menemukan orang-orang yang layak untuk membawanya—niscaya aku dengan gembira akan menyebarkannya. Jika saja aku bisa menemukan kualifikasi yang benar pada diri kalian, niscaya aku tidak akan membiarkan pintu rahasia-rahasia tetap tertutup. Aku akan membuka pintu-pintunya dan melemparkan kunci-kuncinya jauh-jauh. Tetapi aku harus menasihati kalian untuk mengamankan apa yang ada dalam penjagaan kalian.
Kemudian, jika seseorang memintanya dari kalian, kalian boleh mengungkapkannya sebanyak mungkin. Kalian tidak boleh mengungkapkan segala sesuatu yang ada dalam penjagaan kalian, sebab ada satu bagian dari keadaan spiritual (h̲âl) seseorang yang harus tetap menjadi rahasia. Putra Syam’ûn pernah mengatakan: “Iman adalah satu propinsi dari kerajaan (al-îmân wilayâh), dan siapa pun yang menginjakkan kaki di dalamnya, ia berada di situ dengan visa seorang pengunjung.”
Kata-kata seperi ini diucapkan, dipercayai, dan dipraktikkan hanya oleh seseorang yang mengabdi kepada hukum, berbuat sesuai dengannya, dan menaatinya dengan tulus. Ini adalah kitab dan sunnah. Demi Allah, sungguh telah berhasil orang yang menerima pendidikannya dari keduanya, tumbuh menjadi matang di dalamnya, dan tidak pernah melangkah keluar dari batas-batasnya. Sungguh telah berjaya dia!
Islam dan iman kalian tidak boleh hanya berupa tiruan-tiruan yang dipinjam saja. Untuk memastikan hal ini, kalian perlu terus-menerus berada dalam ketakutan (kalau-kalau kalian membuat Tuhan kalian tidak merasa senang), terus-menerus berpuasa, shalat dan bangun malam. Inilah sebabnya manusia-manusia (pilihan Tuhan) terkadang berkelana di padang belantara, bergabung dengan binatang-binatang buas dan bersaing dengan mereka untuk mendapatkan rumput-rumput bumi dan air di anak-anak sungai, sementara matahari menjadi kerai mereka dan lampu mereka adalah bulan dan planet-planet.
Kalian harus melakukan upaya yang benar-benar serius untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban ketaatan dan amalan-amalan kesalahan (qurubât) sebelum kalian sampai di hadirat-Nya. Janganlah menzalimi diri kalian sendiri dengan ketidakpatuhan dan sikap kurang ajar terhadap-Nya.
Ya Allah bantulah kami untuk menaati-Mu, jagalah kami dari membangkang terhadap-Mu, dan: Berilah kami kebaikan di dunia ini, dan kebaikan pula di akhirat nanti, dan jagalah kami dari siksa neraka! (QS Al-Baqarah (2) : 201).”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir


--------------------------------------------
Kami membantu untuk mendapatkan kitab-kitab terjemah yang membahas makna syariat, tarekat, makrifat dan hakikat. Antara lain:
1)      Sirrul Asrar (Rasaning Rasa), Syekh Abdul Qadir Jailani, terjmh KH Zezen ZA Bazul Asyhab, hardcover, Rp 65.000.
2)       Tafsir Al-Jailani, karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani trjemah Tim Markaz Al-Jailani (2 jilid/6 Juz), hardcover, Rp 230.000.
3)      Fath Ar-Rabbani, Percikan Cahaya Ilahi, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, hardcover, Rp 85.000.
4)      An-Nafais Al-Uluhiyah (Guru Sufi Menjawab), softcover,harga Rp 54.000.
5)      SUNAN GUNUNG JATI: Petuah, pengaruh dan Jejak-jejak Sang Wali, karya Prof Dr. Dadan Wildan, softcover, Rp 55.000.
6)      Wasiat-wasiat Sufistik HASAN AL-BASHRI, softcover, Rp 25.000.
7)      Minhajul-‘Abidin, karya Imam Al-Ghazali, hardcover, Rp 110.000.
8)      Kitab At-Tawbah (dari Ihya Ulumuddin), Rahasia Tobat, Imam Al-Ghazali, hardcover, Rp 59.000.
9)      Kitab Ash-Shabr (dari Ihya Ulumuddin), Terapi Sabar, Imam Al-Ghazali, hardcover Rp 59.000.
10)  Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandari, hardcover, Rp 55.000.
11)  Asy-Syamaa’il Al-Muhammadiyah, Kepribadian Rasulullah SAW, Imam At-Tirmidzi,hardcover, Rp 68.000.
Untuk pemesanan hubungi Ibu Ina, via sms/wa: 08122476797. Harga belum termasuk ongkos kirim