Imam Al-Ghazali mengatakan:
“Menghapus dosa maksiat harus dengan
menempuh dengan jalan yang berlawanan dengan maksiat. Seperti suatu penyakit
yang harus diobati dengan sesuatu yang berlawanan dengan penyakit tersebut.
Setiap kegelapan yang menutupi hati
karena perbuatan maksiat, hanya bisa dihapus oleh cahaya yang masuk ke dalamnya
akibat amal kebaikan yang berlawanan dengan perbuatan sebelumnya (maksiat).
Dan, karena semua yang berlawanan itu terdiri dari unsur-unsur yang bersesuaian,
maka hendaknya setiap kejahatan dihapus dengan kebaikan sejenis, yang
berlawanan sebelumnya. Misalnya, warna putih dapat dihilangkan dengan warna
hitam, panas dapat dihapus dengan dingin. Tetapi, janganlah warna putih itu
dihapus dengan panas atau dingin.
Bukti bahwa suatu perbuatan bisa dihapus
dengan perbuatan lain yang berlawanan itu dapat kita lihat dari kecintaan
manusia pada dunia. Sesungguhnya, cinta pada dunia merupakan pangkal dari
segala kesalahan, dan pengaruh yang ditimbulkannya di dalam hati adalah berupa
perasaan suka dan rindu kepada dunia.
Dan, setiap gangguan batin yang
menyebabkan seorang Muslim berpaling dari dunia itu akan menjadi penghapus bagi
dosa-dosanya. Hal tersebut lazim terjadi, rasa resah dan risau itu membuat
hatinya berpaling dari dunia, yang jutru merupakan sumber dari keresahan dan
kerisauan
Rasulullah SAW bersabda, “Bertakwalah
kepada Allah dimanapun engkau berada, dan iringilah kejahatan dengan kebaikan,
niscaya ia akan menghapus (dosa) kejahatan tersebut.” (HR At-Tirmidzi)
Keresahan yang biasa melanda hati seorang hamba tanpa disadari adalah merupakan kegelapan dari dosa. Demikian juga perasaan hati yang dicekam oleh kekhawatiran menghadapi proses hisab di Hari Kiamat, di samping ketakutan akan kedahsyatan huru-hara kiamat.
Rasulullah SAW bersabda, “Di antara
berbagai jenis dosa terdapat sejumlah dosa yang hanya bisa ditebus dengan kesedihan
mendalam.” (HR Abu Nu’man)
Sayyidah Aisyah r.a. juga meriwayatkan
bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika telah menumpuk dosa-dosa seorang hamba,
sedangkan ia sudah tidak memiliki kebaikan untuk menebus dosanya itu, maka
Allah akan menimpakan keresahan ke dalam hatinya, sehingga hal tersebut menjadi
penghapus dosa-dosanya.”
Mungkin engkau akan bertanya, “Jika
seseorang resah dan risau karena persoalan harta, anak atau kedudukan,
sedangkan itu semua termasuk perbuatan buruk, bagaimana mungkin hal itu bisa
menjadi penghapus dosa?”
Ketahuilah, sesungguhnya mencintai dunia
itu merupakan perbuatan buruk, tetapi kegagalan memperolehnya adalah merupakan
tebusan (kaffarah) atas dosanya. Sebaliknya, jika orang tersebut berhasil
memperoleh kenikmatan dari cintanya kepada dunia, maka lengkaplah keburukannya!
Setiap perbuatan maksiat itu harus
diupayakan dihapus dengan mengamalkan kebaikan. Seseorang harus melakukan
kebaikan-kebaikan yang sebanding dengan kejahatan atau dosa yang terlanjur
dikerjakannya. Jika amal kebaikannya lebih besar dari keburukannya, maka ia
adalah orang yang berbahagia. Sebaliknya, jika keburukannya lebih besar, maka
ia adalah orang yang merugi.
Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk.” (QS Huud: 114)”
--Imam Al-Ghazali dalam Kitab At-Taubah,
Ihya Ulumuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar