WUSHUL
(SAMPAI) KEPADA ALLAH MENURUT SYEKH IBNU ATHA’ILLAH
“Wushul
(sampai) kepada Allah adalah sampaimu kepada pengetahuan tentang-Nya, karena
mustahil Allah disentuh atau menyentuh sesuatu.”
—Syekh
Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam.
Syekh
Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa sampainya kita kepada Allah, seperti
diisyaratkan oleh ahli tarekat, adalah sampainya kita kepada penyaksian-Nya
dengan mata batin kita. Inilah yang disebut dengan penyaksian langsung atau
‘ilmul-yaqiin terhadap tajalli (penampakan) Allah dan limpahan kasih
sayang-Nya.
Penyaksian
ini juga disebut sebagai perkenalan langsung dengan mata batin dan perasaan
fitrah. Para ahli syuhud berbeda-beda dalam mendapatkannya. Ada yang
mendapatkan tajalli perbuatan Allah. Disini, perbuatan mereka dan perbuatan
selain mereka sirna melebur dalam perbuatan Allah. Mereka tidak melihat sosok
pelaku sebuah perbuatan, kecuali Allah. Pada kondisi ini, mereka akan keluar
dari ikhtiar dan usaha. Ini adalah tingkatan pertama sampainya seseorang kepada
Allah (wushul).
Ada
pula yang mendapatkan tajalli sifat-sifat Allah. Disini mereka akan berdiri
penuh pengagungan dan kerinduan terhadap apa yang dilihat oleh mata batin
mereka, berupa keagungan dan keindahan Allah. Ini adalah tingkatan kedua
sampainya seseorang kepada Allah.
Di
antara mereka ada yang sampai kepada maqam kefanaan. Batinnya berisi cahaya
keyakinan dan musyahadah. Ketika syuhud, ia tidak lagi merasakan wujud dirinya.
Ini adalah tajalli dzat yang berlaku pada kaum khusus dan orang-orang
muqarrabin. Ini adalah tingkatan ketiga dalam wushul.
Di
atasnya lagi ada tingkatan haqqul yaqiin. Di dunia, tingkatan ini terjadi dalam
bentuk lamh (pandangan sekilas), yaitu mengalirnya cahaya musyahadah di sekujur
tubuh seorang hamba sampai ruhnya pun turut mendapatkannya, demikian pula kalbu
dan jiwa-nya. Ini adalah tingkatan tertinggi wushul.
Dalam
kitab ‘Awarif al-Ma’arif disebutkan, “Jika segala hakikat telah diraih, seorang
hamba dengan ahwalnya yang mulia ini akan mengetahui bahwa dirinya masih berada
di tingkat pertama. Lalu, bagaimana dengan wushul haqiqi (wushul secara fisik)?
Mustahil, karena jalan wushul tidak akan
pernah terputus selamanya, sepanjang usia akhirat yang abadi. Lantas, bagaimana
mungkin wushul haqiqi itu terjadi di umur dunia yang pendek ini?
Jadi,
yang dimaksud dengan wushul adalah sampainya kita kepada pengetahuan tentang
Allah dengan media perasaan dan fitrah. Jika pengertiannya tidak demikian,
berarti wushul kita tidak benar, karena Allah tidak mungkin menyentuh atau
disentuh sesuatu secara lahir dan batin. Bagaimana mungkin Dzat yang tidak ada
bandingnya akan bersentuhan dengan sesuatu yang memiliki bandingan. Padahal,
syarat terjadinya persentuhan adalah adanya kesamaan sifat di antara keduanya.
Sedangkan, secara mutlak tak ada kesamaan antara Dzat Yang Maha Sempurna dengan
sesuatu yang tidak sempurna atau kurang sempurna.
Syekh
Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam juga mengatakan: “Kedekatanmu dengan-Nya
adalah ketka engkau menyaksikan-Nya mendekatimu, karena bagaimana mungkin
engkau bisa mendekati-Nya?”
Menurut
Syekh Syarqawi, kedekatan kita kepada-Nya adalah ketika kita menyaksikan-Nya
secara maknawi sehingga engkau merasa sangat diawasi oleh-Nya. Buahnya adalah,
engkau akan terdorong untuk selalu bersikap sopan saat ada di hadirat-Nya.
Jadi, hal yang penting di sini adalah bagaimana engkau menyaksikan
kedekatan-Nya. Dengan penyaksian ini, kau merasa diawasi dan dikuasai oleh rasa
takut yang akan mendorongmu untuk bersikap sopan saat bertamu kepada-Nya.
Inilah pengertian kedekatan seorang hamba dengan Allah; dan tidak mungkin
makhluk dapat mendekati-Nya secara nyata.”
--Syekh
Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam, dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi
Untuk menuju marifat. Ada urutannya. Yaitu : niat,syariat,tarekat ,hakikat ,marifat.begitu pula dg kehidupan sehari2. Urutannya sam seperti ini
BalasHapus